KETIKA SENJA MENYAPA




 Ketika senja menyapaku di tengah ramainya kawasan dago, aku terpesona melihat satu pasangan yang terlihat sangat sederhana namun saling mencoba untuk  saling melengkapi. Kesederhanaan yang mungkin hanya beberapa orang yang dapat merangkainya dalam suatu hubungan, yah senja kali ini kuhabiskan dengan duduk menikmati kawasan dago yang menjadi salah satu icon jawa barat. Tak lama berselang sejak dari aku terpesona oleh kelengkapan pasangan itu, sang wanita pun seolah ingin meminta sang kekasih berhenti dan minta untuk didudukkan tepat disampingku.

            "Numpang duduk yah teh" izin wanita tersebut sambil memperlihatkan senyum pertamanya padaku, laki-laki yang bersamanya pun ikut tersenyum lalu mendudukkan wanita tersebut,memberikan tas dan lalu pergi meninggalkannya, sepertinya hanya ingin mencari kudapan ringan untuk sang wanita

            “Sendirian aja teh?” sapa wanita berhijab syar'i yang mungkin usianya sekitar 28 tahun.
            “Iya teh, biasa jomblo. Jadi kemana-mana mesti sendirian.” jawabku dengan tersenyum sambil melepaskan headset putih dari telingaku dan langsung bertanya seolah ingin mengakrabkan diri pada suasana senja kala itu.
            “Oh haha, kenapa kesini nggak sama teman-temannya?” Tanya wanita itu
  "Nggak teh, saya ke bandung sendirian.” Jawabku dengan nada sedikit parau. Seolah ingin menahan air mata, aku mencoba menegarkan jawabanku agar tak terlihat rapuh didepan wanita tersebut
            "Kayaknya teteh senang menyendiri yah?" tanya wanita paruh baya itu padaku.
Aku menutup bukuku lalu tersenyum dan bertingkah seolah aku akan menjawab pertanyaan itu dalam keadaan baik-baik saja
            "Lumayan sih teh, menyendiri itu baik. Kita bisa bebas untuk melakukan apa saja tanpa menyulitkan orang yang bersama kita." jawabku dengan sedikit yakin.
Hening ... Hanya terdengar suara kendaraan lalu lalang didepan kami, sedangkan sang senja semakinj menyapa dago dengan ramah
             "Lagi patah hati ya?" wanita tersebut mulai membuka obrolan baru dengan menghadirkan pertanyaan biasa yang bagiku sedikit konyol untuk ditanyakan.
            "Saya bingung mau jawab apa teh, kadang saya merasa hati saya begitu sulit untuk dikendalikan." jawabku yang sedikit tersenyum.
            “Itu suaminya ya teh?” Tanyaku kepada wanita yang dari awal bicara tidak memperkenalkan namanya.
            “Iya, saya sudah menikah hampir 5 tahun neng.” Jawab wanita itu dengan raut wajah malu.
Suasana kembali hening ...
            “Teh, saya boleh bertanya?” Tanyaku kepada wanita tersebut yang masih menunggu suaminya.
            “Silahkan teh, mau nanya apa? Insyaallah saya bisa jawab.” Jawab wanita itu dengan senyuman yang membuatku takut untuk bertanya.
            “Teh, sebelumnya saya minta maaf sekali untuk pertanyaan ini. Tapi ini cukup membuat saya penasaran dari kejauhan, hmm … Apa yang membuat teteh yakin untuk menikah dengan suami teteh sekarang?” tanyaku kepada wanita tersebut dengan rasa keingintahuan yang begitu besar

Ia tersenyum dan langsung menatapku dengan tatapan mata bahagia

            “Awalnya saya tidak yakin untuk menikah , karena saya takut akan menjadi beban berat yang tak akan pernah menjadi ringan. Saya hanya mampu berdoa dan berikhtiar kepada Allah, saya selalu berdoa dapat menjadi sosok wanita yang dapat membuat seorang laki-laki merasa dirinya berharga. Pada suatu malam, tepat dipuncak rasa takut saya, saya mulai tersentuh melihat kalimat yang ia ucapkan, jika memang nanti kita bersama,biarkan aku menjadi imammu dalam sholat, biarkan aku merasakan hal yang kau sebut beban, biarkan aku menjadi kakimu untuk berjalan dan biarkan kau menjadi pendengar ucapanku jika nanti aku bicara. Jika nanti kau dengar tangisan didalam keluarga kecil kita, itu hanya sekedar tangis kecil dari anak kita nanti dan tangis bahagia karena semua yang kau takutkan menjadi hilang. Yakinlah, jika diperbolehkan untuk menghilangkan rasa takutmu, biarkan aku membantumu untuk menghilangkan. Ketika saat itu juga, saya mulai yakin untuk memilih dia menjadi suami sekaligus pasangan untuk menjalankan sunnah Rasul. Intinya, Allah telah menjatuhkan hati saya tepat ditempat yang saya selalu harapkan.” jelas wanita itu dengan mata berkaca-kaca dengan diiringi senyum lepas yang menatap tajam kearah cincin pernikahan mereka.

            Aku terdiam, tak banyak kata yang bisa ku ucapkan. Inikah satu keyakinan umat-Nya yang dalam permasalahan hatipun selalu ia serahkan kepadanya? Kenapa keyakinan ini belum terlihat jelas didalam hidupku. Aku masih terdiam hingga akhirnya suami wanita itu kembali dengan membawa  air mineral dan makanan ringan untuk istrinya. Suami wanita itupun menggerakkan tangannya seakan sedang mengatakan sesuatu. Sang wanita tersenyum dan mengangguk seolah mengatakan “berikan juga dia air mineral itu”.

            “Neng, ini air mineralnya.” Ucap wanita itu sambnil memberikan air mineralnya padaku.
“Ohh terima kasih the.” Sambutku yang mengambil air mineral tersebut dan kembali tersenyum.
“Oh yaa teh, suami saya bilang terima kasih sudah jadi teman ngobrol saya.” Kata wanita itu menyampaikan rasa terima kasih sang suami kepadaku
Aku hanya mengangguk kecil dan kembali tersenyum. Untuk sejenak, aku rasanya ingin menangis lalu berdo'a agar kebahagiaan yang mereka rasakan akan hadir didalam penantian dan harapanku.

Suami wanita itupun lalu memberikan isyarat kepada saya, lalu menganggukan kepalanya.
   “Teh, kami permisi dulu ya teh. Terimakasih sudah menanyakan yang tadi neng. Senang bertemu dengan neng.” pamit wanita itu yang menyambut tongkat yang diberikan oleh sang suami.
    “Iya teh, saya juga. Terima kasih teh untuk jawaban tadi.” jawab saya yang langsung berdiri dan menatap untuk beberapa pasangan itu hingga hilang diujung jalan.




Ada setitik pelajaran yang saya simpan didalam pemikiran saya

“Hidup bahagia itu sederhana, ketika kau memiliki pasangan yang mampu menjadi kekurangan untuk kelebihanmu dan menjadi kelebihanmu dalam kekuranganmu”


Dils
Share:
Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes